A: “Saya sangat lelah.”
B: “Lelah kenapa?”
A: “Lelah karena orang-orang tersebut selalu menghakimi saya.”
B: “Siapa yang menghakimi kamu?”
A: “Perempuan itu, setiap saya duduk dengannya, dia selalu menyuruhku untuk memakai Hijab.”
B: “Ohh.. Hijab dan Musik. Itu selalu menjadi tema utama.”
A: “Yah..! Saya mendengarkan musik tanpa memakai Hijab. Haha!”
B: “Mungkin dia hanya sekedar memberimu saran.”
A: “Saya tidak butuh nasehatnya. Saya tahu agama saya. Bisa gak sih dia gak ikut campur urusan orang lain?!”
B: “Mungkin kamu salah paham. Dia hanya mencoba berbuat baik kepadamu.”
A: “Tidak mencampuri urusan saya, itu baru namanya berbuat baik..”
B: “Sudah menjadi kewajiban dia untuk menasehatimu agar melakukan hal yang baik.”
A: “Percaya dengan saya! Gak perlu ada anjuran seperti itu, lagipula apa yang kamu maksud dengan ‘baik’?”
B: “Hmm… memakai Hijab, itukan satu hal yang baik untuk dilakukan.”
A: “Siapa yang bilang?”
B: “Ada di Al-Qur’an, bukan begitu?”
A: “Yaah.. Dia juga telah mengutipnya.”
B: “Dia mengutip surat Nur dan ayat lain kan?”
A: “Iya sih. Tapi itukan bukan dosa besar. Menolong orang dan sholat lebih penting.”
B: “Benar. Tapi hal-hal besar dimulai dari hal-hal yang kecil.”
A: “Benar juga sih. Tapi apa yang kamu pakai itu tidak penting. Yang penting itu memiliki hati yang baik.”
B: “Apa yang kamu pakai tidak penting?”
A: “Yup..”
B: “Kalau begitu buat apa kamu menghabiskan waktu satu jam dipagi hari untuk berdandan?”
A: “Apa maksudmu?”
B: “Kamu menghabisakan uang untuk kosmetik, dan menghabiskan waktu untuk menata rambutmu dan juga diet rendah karbohidrat.”
A: “Jadi?”
B: “Jadi yang saya maksud: ‘penampilan itu penting’!”
A: “Bukan.. Yang saya maksud memakai Hijab itu bukan hal penting dalam masalah agama.”
B: “Kalau gak penting kenapa ada di Al-Qur’an?”
A: “Kamu tahulah. Saya tidak bisa mengikuti semua hal yang ada di Al Qur’an.”
B”Maksud kamu Allah memerintahkan kamu untuk melakukan sesuatu lalu kamu tidak mematuhinya dan itu gak masalah?”
A: “Yup.. Allah kan Maha Pengampun.”
B: “Allah itu mengampuni orang-orang bertobat dan tidak mengulang kesalahannya.”
A: “Kata siapa itu?”
B: “Kata dari yang memerintahkanmu untuk menutup aurat.”
A: “Tapi saya gak suka Hijab. Itu membatasi kebebasan saya.”
B: “Tapi lotion, lipstick, maskara dan kosmetik lainnya tidak menghalangi kebebasan kamu? Kalau begitu apa sebenarnya definisi kebebasan menurutmu?”
A: “Kebebasan itu adalah melakukan apapun yang kamu inginkan.”
B: “Tidak. Kebebasan itu adalah dalam melakukan hal yang benar, bukan bebas melakukan segala hal yang diinginkan.”
A: “Gini loh. Saya banyak melihat orang yang tidak memakai Hijab dan mereka orang baik. Dan juga banyak orang yang memakai Hijab tapi mereka berkelakuan buruk.”
B: “Memangnya kenapa? Banyak orang yang baik denganmu tapi dia pecandu alkohol. Memangnya kamu harus menjadi pecandu juga? Kamu membuat alasan yang bodoh.”
A: “Saya tidak mau jadi ekstrimis atau fanatik. Saya baik-baik saja dengan pilihan tidak menggunakan Hijab.”
B: “Kalau begitu kamu fanatik dengan sekulerisme. Seorang ektrimis yang tidak mematuhi Allah.”
A: “Kamu gak paham. Kalau saya memakai Hijab. Siapa yang mau menikah dengan saya?”
B: “Jadi orang yang pakai Hijab gak bakalan nikah gitu?”
A: “Baik. Bagaimana kalau saya menikah dan suami saya tidak suka? Lalu ingin supaya saya melepaskannya?”
B: “Bagaimana kalau suamimu menginginkan kamu untuk melakukan perampokan bank?”
A: “Itu gak nyambung. Perampokan bank itu kejahatan.”
B: “Memangnya tidak mematuhi Penciptamu bukan kejahatan?”
A: “Nanti siapa yang akan menerima saya kerja?”
B: “Perusahaan yang menghormati orang apa adanya.”
A: “Gak mungkin, apalagi setelah 9-11.”
B: “Tetap saja. Sekalipun setelah peristiwa 9-11. Kamu kenal Hanan?, yang baru saja diterima di fakultas kedokteran. Yang lain juga ada. Hmm… siapa itu namanya? Gadis yang selalu pakai Hijab warna putih?”
A: “Yasmin?”
B: “Yah.. Yasmin. Dia baru saja menyelesaikan gelar MBA dan sekarang akan diterima di General Electric.”
A: “Lagian kenapa sih kamu menganggap saya kurang dalam beragama Cuma karena selembar kain?”
B: “Kenapa kamu menganggap wanita itu kurang Cuma karena warna lipstick dan sepatu hak tinggi?”
A: “Kamu belum menjawab pertanyaan saya.”
B: “Sebenarnya sudah. Hijab itu bukan Cuma selembar kain. Ini tentang kepatuhan terhadap Allah di lingkungan yang sulit. Ini keberanian. Ini bukti keimanan dan identitas perempuan. Beda dengan lengan pendek dan celana ketat kamu, untuk apa?”
A: “Itu namanya Fashion. Memangnya kamu hidup di goa? Lagipula Hijab itu ditemukan oleh pria yang ingin mengontrol wanita.”
B: “Yakin? Saya tidak tahu kalau pria bisa mengontrol wanita dengan Hijab?”
A: “Yah.. Begitulah.”
B: “Bagaimana dengan perempuan yang melawan suaminya demi untuk memakai Hijab? Dan perempuan di Perancis yang dipaksa untuk melepas Hijab mereka oleh pria? Bagaimana pendapat kamu tentang hal itu?”
A: “Hmmm.. itu beda.”
B: “Apa bedanya? Perempuan yang memintamu untuk memakai Hijab, dia juga perempuan kan?”
A: “Benar, tapi…”
B: “Tapi fashion, gitu? Fashion yang didesain dan dipromosikan oleh kebanyakan perusahaan milik pria dapat membuat kamu bebas? Laki-laki tak terkontrol lagi untuk mengekspos perempuan dan menggunakan mereka sebagai komoditas. Yang benar saja!!”
A: “Tunggu! Biar saya selesaikan dulu. Yang saya katakan adalah…”
B: “Mau bilang apalagi..? Kamu pikir pria dapat mengkontrol perempuan dengan Hijab. Gitu?”
A: “Yah..”
B: “Bagaimana detailnya?”
A: “Dengan menyuruh perempuan apa yang harus mereka pakai. Dungu!”
B: “Bukannya TV, Majalah dan Film juga menyuruh kamu tentang apa yang harus kamu pakai dan bagaimana agar tampil menarik?”
A: “Tentu saja.. Itu namanya Fashion.”
B: “Bukannya itu kontrol? Memaksamu untuk memakai apa yang mereka mau untuk kamu pakai.”
(diam)
B: “Bukan Cuma mengontrol kamu, tapi juga mengontrol pasar.”
A: “Apa maksud kamu?”
B: “Yang aku maksud adalah kamu diminta untuk kelihatan kurus dan anorexic seperti perempuan yang menjadi cover di majalah-majalah. Oleh pria yang mendesain semua majalah tersebut dan menjual semua produk tersebut.”
A: “Saya gak paham. Apa hubungannya antara hijab dan produk-produk tersebut?”
B: “Ini semua berhubungan. Memangnya kamu tidak tahu? Hijab adalah ancaman bagi konsumerisme. Wanita yang membelanjakan bermilyar dollar agar terlihat kurus dan hidup dengan standar fashion yang didesain oleh pria. Disinilah peran Islam yang mencampakkan semua omong kosong tersebut dan memfokuskan pada jiwa bukan penampilan serta tidak khawatir dengan tanggapan pria tentang penampilanmu.”
A: “Jadi saya gak perlu beli Hijab? Bukannya Hijab juga produk.”
B: “Yah. Produk yang membuat kamu bebas dari konsumsi yang kebanyakan dinikmati pria.”
A: “Berhenti mengkuliahi saya. SAYA TIDAK AKAN MENGGUNAKAN HIJAB! Itu hal yang aneh, kadaluarsa, dan sangat tidak cocok dengan hidup bermasyarakat….. ditambah lagi saya baru 20 tahun. Saya masih terlalu muda untuk memakai Hijab.”
B: “Baik. Katakan itu kepada Allah ketika kamu berjumpa dengan-Nya di hari pembalasan!
A: “baik!”
B:
“baik!”
(diam)
A: “Saya tidak mau lagi mendengar tentang hijab niqab schmijab Punjab.”
(diam)
Dia berkaca memandang dirinya dicermin, lelah berargumen dengan dirinya sendiri selama ini. Cukup sukses. Dia berhasil membungkam pikiran-pikiran dikepalanya, dengan pendapatnya sendiri. Dia berjaya dengan kemenangan dalam perdebatan tersebut. Dan keputusan akhir yang modern dan diterima oleh masyarakat padahal ditolak oleh iman adalah….?
Yah…Keputusan itu adalah mengeritingkan rambut atau memblow rambut bukan memakai Hijab…
http://gadisberjilbab.tumblr.com/post/10558039026/percakapan-tentang-jilbab-2