" Kawan, ada empat hal yang tidak dapat diraih kembali...
...batu... setelah dilempar!
...kata-kata... setelah diucapkan!
...kesempatan... setelah berlalu!
...waktu... setelah beranjak pergi! "

Saturday, 17 November 2012

Iman naik dan turun, apa yg dilakukan saat iman turun?


Iman itu naik dan turun, dan jika sedang saat menurun demikian, ingatlah mati..,
ketika tangan - tangan para kekasih mengusung kita dan menurunkan tubuh kita ke dalam lahad dengan airmata kesedihan, tahukah keadaan kita?, seluruh tali pengikat kafan dibuka, lalu wajah dibuka dari kafan..tubuh ditaruh dalam posisi miring menghadap ke kanan yaitu kiblat, lalu punggung kita diganjal batu bata agar tubuh tidak terlentang lagi, yaitu tetap miring menghadap kiblat, dan wajah kita ditempelkan ke dinding kubur, agar terus wajah kita mencium tanah dinding kubur yang lembab itu....lalu kayu kayu papan ditaruhkan diatas tubuh kita bersandarkan dinding kubur, menutup seluruh tubuh kita agar tanah tidak langsung menimpa tubuh, lalu tanah mulai ditumpahkan diatas tubuh kita..

Setelah itu kita sendiri disana..., dalam kesempitan dan kegelapan.., panas.. gelap..sendiri.. bukan sebulan atau dua bulan, tapi bisa ratusan tahun atau ribuan tahun sendiri..tak bisa curhat..., tak bisa berhubungan dengan siapapun.., tak bisa bergerak kemana mana..., tak ada pemandangan, tak ada warna, yang ada hanya kegelapan dan kegelapan.., menunggu dan menunggu.. ribuan tahun.. sendiri..Yang ditunggu adalah sidang akbar pertanggungan jawab.. harap harap cemas diselingi putus asa dan penyesalan.. itulah yang terus menghantui
kita kelak..

Ketika mengingat ini maka leburlah segala kekerasan hati, iapun mencair, dan jiwa terpanggil untuk sujud sambil menangis, mengadu pada Allah jika ingat akan hal itu karena hanya Dialah yang melihat keadaan kita saat itu..Hanya Dialah yang ada saat itu.. untuk inilah kita shalat.. agar Dia swt tak melupakan kita saat itu dan mengasihani kita yang telah terbujur kaku di dalam tanah lembab ribuan tahun..

http://kaskus.co.id/thread/000000000000000013981209/akidah-ahlus-sunah-wal-jama039ah-aswaja/5

Saturday, 10 November 2012

Dosa Yang Lebih Besar Dari Dosa Zina


Suatu Senja, seorang wanita melangkahkan kaki mendekati kediaman Nabi Musa. Setelah mengucapkan salam, dia masuk sambil terus menunduk. Air matanya berderai tatkala berkata, “Wahai Nabi Allah, tolonglah saya. Doakan agar Allah mengampuni dosa keji saya.”

“Apakah dosamu wahai wanita..?” Tanya Nabi Musa. “Saya takut mengatakannya,” jawab wanita itu. “Katakanlah, jangan ragu-ragu..!” desak Nabi Musa.

Maka perempuan itu pun dengan takut bercerita, “Saya telah berzina.”Kepala nabi Musa terangkat, hatinya tersentak. “Dari perzinaan itu saya Hamil. Setelah anak itu lahir, langsung saya cekik lehernya sampai mati,” lanjut perempuan itu seraya menangis.

KISAH NYATA ::: 7 KALI BERHAJI NAMUN TAK PERNAH DAPAT MELIHAT KA'BAH


Sebagai seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya, Hasan (bukan nama sebenarnya), mengajak ibunya untuk menunaikan rukun Islam yang kelima. 

Sarah (juga bukan nama sebenarnya), sang Ibu, tentu senang dengan ajakan anaknya itu. Sebagai muslim yang mampu secara materi, mereka memang berkewajiban menunaikan ibadah Haji. Segala perlengkapan sudah disiapkan.


Singkatnya ibu anak-anak ini akhirnya berangkat ke tanah suci. Kondisi keduanya sehat wal afiat, tak kurang satu apapun. Tiba harinya mereka melakukan thawaf dengan hati dan niat ikhlas menyeru panggilan Allah, Tuhan Semesta Alam. “Labaik allahuma labaik, aku datang memenuhi seruanMu ya Allah”.




Hasan menggandeng ibunya dan berbisik, “Ummi undzur ila Ka’bah (Bu, lihatlah Ka’bah).” Hasan menunjuk kepada bangunan empat persegi berwarna hitam itu. Ibunya yang berjalan di sisi anaknya tak beraksi, ia terdiam. 



Perempuan itu sama sekali tidak melihat apa yang ditunjukkan oleh anaknya. Hasan kembali membisiki ibunya. Ia tampak bingung melihat raut wajah ibunya. Di wajah ibunya tampak kebingungan. Ibunya sendiri tak mengerti mengapa ia tak bisa melihat apapun selain kegelapan.


Beberapakali ia mengusap-usap matanya, tetapi kembali yang tampak hanyalah kegelapan. Padahal, tak ada masalah dengan kesehatan matanya. Beberapa menit yang lalu ia masih melihat segalanya dengan jelas, tapi mengapa memasuki Masjidil Haram segalanya menjadi gelap gulita.

Wednesday, 7 November 2012

IKHWAN SEJATI


Seorang remaja pria bertanya pada ibunya, ”Ibu, ceritakan padaku tentang ikhwan sejati!”
Sang Ibu tersenyum dan menjawab…

Ikhwan Sejati bukanlah dilihat dari bahunya yang kekar, tetapi dari kasih sayangnya pada orang disekitarnya.Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari suaranya yang lantang, tetapi dari kelembutannya mengatakan kebenaran. 
Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari jumlah sahabat di sekitarnya, tetapi dari sikap bersahabatnya pada generasi muda bangsa.
Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari bagaimana dia di hormati di tempat bekerja, tetapi bagaimana dia dihormati di dalam rumah.
Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari kerasnya pukulan, tetapi dari sikap bijaknya memahami persoalan.
Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari dadanya yang bidang, tetapi dari hati yang ada dibalik itu.
Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari banyaknya akhwat yang memuja, tetapi komitmennya terhadap akhwat yang dicintainya.
Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari jumlah barbel yang dibebankan, tetapi dari tabahnya dia mengahadapi lika-liku kehidupan.
Ikhwan Sejati bukanlah dilihat dari kerasnya membaca Al-Quran, tetapi dari konsistennya dia menjalankan apa yang ia baca.
Setelah itu, sang remaja pria kembali bertanya. Siapakah yang dapat memenuhi kriteria seperti itu, Ibu ?
Sang Ibu memberinya buku dan berkata…
Pelajari tentang dia. Ia pun mengambil buku itu, MUHAMMAD, judul buku yang tertulis di buku itu.
(Sumber: http://keepfight.wordpress.com/2009/10/08/ikhwan-dan-akhwat-sejati/)

AKHWAT SEJATI



Seorang gadis kecil bertanya pada ayahnya, “Abi ceritakan padaku tentang akhwat sejati?”
Sang ayah pun menoleh sambil kemudian tersenyum.
Anakku…
Seorang akhwat sejati bukanlah dilihat dari kecantikan paras wajahnya, tetapi dilihat dari kecantikan hati yang ada di baliknya.
Akhwat sejati bukan dilihat dari bentuk tubuhnya yang mempesona, tetapi dilihat dari sejauh mana ia menutupi bentuk tubuhnya.
Akhwat sejati bukan dilihat dari begitu banyaknya kebaikan yang ia berikan tetapi dari keikhlasan ia memberikan kebaikan itu.
Akhwat sejati bukan dilihat dari seberapa indah lantunan suaranya, tetapi dilihat dari apa yang sering mulutnya bicarakan. Akhwat sejati bukan dilihat dari keahliannya berbahasa, tetapi dilihat dari bagaimana caranya ia berbicara.
Sang ayah diam sejenak sembari melihat ke arah putrinya.
“Lantas apa lagi Abi?” sahut putrinya.

Ketahuilah putriku…
Akhwat sejati bukan dilihat dari keberaniannya dalam berpakaian tetapi dilihat dari sejauh mana ia berani mempertahankan kehormatannya.
Akhwat sejati bukan dilihat dari kekhawatirannya digoda orang di jalan, tetapi dilihat dari kekhawatiran dirinyalah yang mengundang orang jadi tergoda.
Akhwat sejati bukanlah dilihat dari seberapa banyak dan besarnya ujian yang ia jalani, tetapi dilihat dari sejauhmana ia menghadapi ujian itu dengan penuh rasa syukur.
Dan ingatlah…
Akhwat sejati bukan dilihat dari sifat supelnya dalam bergaul, tetapi dilihat dari sejauhmana ia bisa menjaga kehormatan dirinya dalam bergaul.Setelah itu sang anak kembali bertanya,
“Siapakah yang dapat menjadi kriteria seperti itu, Abi?” Sang ayah memberikannya sebuah buku dan berkata, “Pelajarilah mereka!”
Sang anakpun mengambil buku itu dan terlihatlah sebuah tulisan “Istri Rasulullah”.
(Sumber: http://keepfight.wordpress.com/2009/10/08/ikhwan-dan-akhwat-sejati/)

Saturday, 3 November 2012

Pemuda - Pemuda Sejati




Negeri ini punya banyak pemuda pemuda islam dengan berbagai karakteristik tertentu, namun banyak diantara mereka yang tidak perah menjadi contoh atau teladan karena banyaknya kerusakan moral dan kehancuran mental, Negeri ini masih mencari pemuda sejati.
Kisah berikut semoga bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita. Kisah ini akan memberi gambaran kepada kita Bagaimana sesunggunya karakteristik ideal dari seorang pemuda. Dari cerita berikut setidaknya kita akan mendapat ibroh tentang Ketaatan kepada Allah Swt, rasa Tanggung Jawab, Kepedulian, serta Persaudaraan. Berikut penggalan kisahnya:
Pada Zaman Khalifah Umar Bin Khattab RA, ada seorang pemuda yang berencana untuk melakukan perjalanan jauh. Dia mempersiapkan segala perbekalannya, termasuk unta yang akan digunakan sebagai kendaraannya.
Di tengah perjalanan, ia menemukan sebuah tempat yang ditumbuhi rumput hijau nan segar. Dia berhenti di tempat itu untuk beristirahat sejenak. Pemuda itu kemudian duduk di bawah pohon. Karena terlalu lelah, akhirnya ia tertidur lelap. Saat ia tidur, tali untanya lepas, sehingga unta itu pergi ke sana ke mari. Akhirnya, unta itu masuk ke kebun yang ada di dekat situ. Unta itu memakan tanam-tanaman dan buah-buahan di dalam kebun. Unta itu juga merusak segala yang dilewatinya.
Penjaga kebun adalah seorang kakek tua. Sang kakek berusaha mengusir unta itu, namun ia tidak bisa. Karena khawatir unta itu akan merusak seluruh kebunnya, sang kakek pun membunuhnya. Ketika bangun, pemuda itu mencari untanya. Ternyata, ia menemukan unta itu telah tergeletak mati dengan leher menganga di dalam kebun.
Pada saat itu, seorang kakek datang. Pemuda itu bertanya, "Siapa yang membunuh unta miliku ini?" sang Kakek lalu menceritakan apa yang telah dilakukan oleh unta itu. Karena kuatir akan merusak seluruh isi kebun, maka sang kakek terpaksa membunuhnya. Mendengar hal itu, sang pemuda tak kuasa menahan amarahnya. Saking emosinya, Serta-merta ia memukul kakek penjaga kebun itu. Naasnya, kakek itu meninggal seketika. Pemuda itu amat menyesal atas apa yang diperbuatnya. Pada saat yang bersamaan, datanglah dua orang pemuda yang merupakan anak dari sang kakek tadi. Mengetahui ayahnya telah tergeletak tidak bernyawa dan disebelahnya berdiri pemuda itu, mereka lalu menangkapnya. Kemudian, keduanya membawa sang pemuda menghadap Amirul Mukminin; Khalifah Umar bin Khattab RA.
Mereka berdua menuntut dilaksanakan qishash (hukum bunuh) kepada pemuda yang telah membunuh ayah mereka. Lalu, Umar bertanya kepada sang pemuda. Pemuda itu mengakui perbuatannya. Ia benar-benar menyesal atas apa yang telah dilakukannya
Umar lalu berkata, "Aku tidak punya pilihan lain kecuali melaksanakan hukum Allah terhadapmu," sang pemuda dengan lapang dada menerima keputusan tersebut. Ia kemudian meminta kepada Khalifah Umar, agar diberi waktu dua hari untuk pulang ke kampungnya, sehingga dia bisa berpamitan kepada keluarga serta bisa membayar hutang-hutangnya. Umar kemudian berkata, "Hadirkan padaku orang yang menjamin, bahwa kau akan kembali lagi kesini. Jika kau tidak kembali, orang itu yang akan diqishash sebagai ganti dirimu." Pemuda itupun menjawab, "Wahai Amirul Mukminin, Aku orang asing di negeri ini, aku tidak bisa mendatangkan seorang penjamin."
Salah seorang sahabat mulia, ABU DZAR AL-GHIFARI RA (yang ketika itu usianya terkatagori masih muda) secara kebetulan hadir di majlis tersebut. Beliau kemudian berkata, "Hai Amirul Mukminin, ini kepalaku, aku berikan kepadamu jika pemuda ini tidak datang lagi setelah dua hari." Dengan terkejut, Umar berkata, “Apakah kau yang menjadi penjaminnya, wahai Abu Dzar, sahabat Rasulullah?," "Benar, ya Amirul Mukminin," jawab Abu Dzar lantang.
Pada hari yang telah ditetapkan untuk pelaksanaan hukuman qishah, orang-orang penasaran menantikan datangnya pemuda itu. SANGAT MENGEJUTKAN! Dari jauh sekonyong-konyong mereka melihat pemuda itu datang dengan memacu kudanya. Sampai akhirnya, dia tiba di tempat pelaksanaan hukuman. Orang-orang memandangnya dengan takjub. Umar bertanya kepada pemuda itu, "Mengapa kau kembali lagi ke sini Anak Muda, padahal kau bisa menyelamatkan diri dari maut?" Pemuda itu menjawab, "Wahai Amirul Mukminin, aku datang ke sini agar jangan sampai orang-orang berkata, 'tidak ada lagi pemuda yang menepati janji di kalangan umat Ini'. Dan agar orang-orang tidak mengatakan, 'tidak ada lagi Pemuda sejati nan kesatria yang berani mempertanggungjawabkan perbuatannya di kalangan umat ini"
Lalu, Umar melangkah ke arah Abu Dzar Al-Ghiffari dan berkata, "Dan kau wahai Abu Dzar, bagaimana kau bisa mantap menjamin pemuda ini, padahal kau tidak kenal dengan pemuda ini?" Abu Dzar menjawab, "Aku lakukan itu agar orang-orang tidak mengatakan bahwa tidak ada lagi Pemuda jantan yang bersedia berkorban untuk saudaranya seiman dalam umat ini."
 Mendengar itu semua, dua orang pemuda anak kakek yang terbunuh pun ikut berkata, "Sekarang tiba giliran kami, wahai Amirul Mukminin, kami bersaksi di hadapanmu bahwa pemuda ini telah kami maafkan, dan kami tidak meminta apa pun darinya! Tidak ada yang lebih utama dari memberi maaf di kala mampu. Ini kami lakukan agar orang tidak mengatakan bahwa tidak ada lagi pemuda yang berjiwa besar, yang mau memaafkan saudaranya di kalangan umat ini.”
Dari kisah tersebut telah jelas bahwa seorang pemuda sejati adalah para pemuda yang berjiwa besar. masih adakah di negeri ini para pemuda ideal (sejati)? kami masih menunggu dan mencari [ ].

Sumber : kisah kisah sejati - Story From Flashdisk 8GB Ammar Yassir
http://galihpran.blogspot.com/